Share Islam

supporting Share Islam on Facebook

Iman : Syukuri, Sadari, Perbaharui

Sent : 29 September 2009 at 20:43

Oleh : Agung Wijaya Mitra Alam
Mari kita berhenti sejenak untuk mensyukuri keimanan kita. Keimanan yang seharusnya menyebabkan kita melakukan amal saleh yang diperintahkan. Keimanan yang seharusnya membuat kita senang karena melakukan amal yang baik dan susah karena melakukan amal yang buruk. Sebagaimana yang pernah rasulullah katakan ketika beliau ditanya tentang apa itu iman, beliau berkata "Apabila amal baikmu membuatmu gembira, dan amal burukmu membuatmu susah (sedih), berarti engkau adalah seorang mukmin (orang beriman)."(H. R. Hakim)

Saudaraku, sekarang mari kita melihat keimanan salah seorang saudara kita, Bilal Bin Rabbah namanya. Nampaknya tubuhnya yang gelap belum lepas dari benak kita dalam mengingatnya. Ia disiksa keras oleh Umayyah bin Khalaf al-Jamhi sebelum dimerdekakan oleh Abu Bakar. Lehernya diikatkan dengan tali, sesekali dikencangkan, kemudian diseret tubuhnya oleh anak-anak kecil mengelilingi lereng-lereng mekkah. Tubuhnya kerapkali dijemur di bawah terik matahari dan ditindihkan batu yang besar di dadanya. Akan tetapi saudaraku, sekalipun demikian ia tetap berkata ‘Ahad, ahad’.

Selanjutnya kita ingat pula sejenak kisah saudara kita Sayyid Quthb. Mungkin wajahnya senantiasa masih terbayang di kepala kita. Ia pernah dimasukkan ke dalam penjara. Ia dipukul, dicambuk, dan disiksa sampai ia tak mampu lagi untuk berdiri, seketika didatangkan di dalam penjaranya sekawanan anjing lapar yang merobek-robek punggungnya. Tetapi dalam kondisi yang mencekam itu, Ia menghadapi maut dengan senyum di bibir dan lisan yang selalu basah mengingat Allah SWT. Sampai pada suatu ketika saudarinya Aminah Quthb datang mengunjunginya, menyampaikan pesan, menyodorkan notes kecil dan sebuah pulpen dari sakunya, hanya untuk sekadar mengajukan permohonan maaf, akan tetapi yang keluar dari Sayyid Quthb adalah kalimat yang menggetarkan setiap jiwa yang mendengarnya saat itu, Ia berkata, “Telunjuk yang senantiasa menyaksikan keesaan Allah dalam setiap sholat, menolak untuk menuliskan barang satu huruf penundukkan atau menyerah kepada rezim thawaghit.”

Atau mungkin sejenak pula kita perhatikan keimanan seorang wanita sholihah lagi mu’minah. Siti Hajar namanya. Di hamparan padang pasir yang tandus, ia dihadapkan dengan kondisi yang tak terbayangkan bijaknya keputusannya. Mantap punggung suaminya, ibrahim, meninggalkannya. Seketika muncul pertanyaan darinya kepada suaminya “Yaa Ibrahim, apa yang kau lakukan dengan meninggalkan kami disini?”. Dua kali ia sampaikan, tapi langkah suaminya tetap mantap meninggalkannya. Ketiga kalinya ia sampaikan kepada suaminya “Tunggu! Ibrahim, adakah ini perintah Allah?”. Pertanyaan ini menghentikan langkah, memutarkan tubuh, dan menggerakkan lidahnya kemudian berkata “Ya, ini adalah perintah Allah”. Ini sungguh luar biasa saudaraku, dalam kebingungan, dalam kepanikan, dalam kesusahan, mulutnya, Siti Hajar, bergerak mengatakan “Jika ini adalah perintah Allah, maka sungguh Ia tidak akan menyia-nyiakan kami. Subhanallah saudaraku. Keimanan seperti yang mereka miliki itulah yang kita impikan kehadirannya dalam diri kita. Keimanan yang kita merasa bahagia karena memilikinya, keimanan yang kita merasa kuat karena memilikinya, keimanan yang kita merasa tenang karena memilikinya, dan keimanan yang menyebabkan kita senantiasa beramal soleh karena memilikinya.

Saudaraku, mari kita berhenti sejenak kembali untuk merasakan keimanan kita, untuk merasakan sejauh mana kita merasakan lezatnya keimanan yang mungkin telah cukup lama hadir dalam diri kita. Mari kita memikirkan sejauhmana upaya kita untuk membuat diri kita merasakan kelezatan iman, sejauhmana kita telah berusaha melakukan hal-hal yang disarankan oleh Rasulullah saw. setelah beliau pernah bersabda “Tiga hal yang apabila seseorang dapat merealisasikannya, maka ia akan merasakan lezatnya keimanan, yaitu; 1. Menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai sesuatu yang paling dicintainya dari selainnya, 2. Mencintai seseorang, tiada lain mencintainya kecuali hanya karena Allah, 3. Benci apabila dirinya terjerumus kembali kepada kekafiran seperti kebenciannya apabila dijerumuskan ke dalam api.”(H.R Bukhari dan Muslim).

Begitu pula dengan sejauhmana upaya kita memperbaharuinya setelah Rasulullah juga pernah menganjurkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah ra. Ia berkata, bahwa beliau bersabda, “Perbaharuilah iman kalian.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana cara memperbaharui iman kami, ya Rasulullah?” Rasulullah Saw. bersabda, “Perbanyaklah ucapan La ilahaillallah.” (HR. Bukhari). Wallahu’alam
___________________________________________________________________________________________________________
Berdasarkan Al-Quran dan Sunnah

Jika ada di tulisan ini yang tidak sesuai keduanya, maka tinggalkanlah. Segera ikuti Al-Quran dan Sunnah

0 komentar:

Post a Comment

Followers