Share Islam

supporting Share Islam on Facebook

Sedikit tentang Tasyabbuh (4)

3. Tasyabbuh kepada orang kafir

Kaidah 1 : Tiada tasyabbuh melainkan dengan Niat

dari Umar bin Al-Khattab radhiyallahu Anhu , ia berkata : "Rasullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata, 'Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu dengan niat. Dan sesungguhnya bagi setiap orang itu tergantung apa yang ia niatkan." (HR Bukhari dan Muslim)

Suatu perbuatan tidak termasuk tindakan tasyabbuh melainkan dengan kesengajaan. Yang demikian berlaku untuk semua perbuatan mubah jika dimaksudkan untuk suatu yang haram (yaitu tasyabbuh).

Kaidah 2 : Tidak bertasyabbuh kepada orang-orang kafir, melainkan apa-apa yang khusus dari agama atau kebiasaan mereka.

Sesungguhnya tidak akan ada perbuatan yang dinamakan tasyabbuh melainkan jika seorang Muslim melakukan perbuatan yang sebenarnya khusus dilakukan oleh orang-orang kafir yang membedakan mereka dari kaum Muslimin. Sehingga perbuatan itu menjadi salah satu syiar mereka. Baik berupa perbuatan keagamaan mereka atau berupa kebiasaan keduniaan mereka. Sedangkan perbuatan-perbuatan yang menjadi kebiasaan bersama dan tidak khusus bagi mereka, maka tidak ada tasyabbuh dengan melakukannya.

Sedangkan, mengada-adakan agar perbuatan mereka yang pada dasarnya adalah bagian dari tradisi mereka, maka hal demikian dilarang jika kita maksudkan untuk menyerupai mereka atau tidak kita maksudkan demikian.

Kaidah 3 :

Apa-apa yang diperintahkan untuk diselisihi dari kalangan orang-orang kafir, kemudian orang-orang kafir itu melakukan suatu perbuatan baru yang diambil dari kalangan kaum Muslimin, maka tidak wajib atas kaum Muslimin untuk meninggalkan perbuatan baru itu karena orang-orang kafir itu bertasyabbuh kepada kita dengan demikian itu, dan bukan kita yang bertasyabbuh kepada mereka.

Kaidah 4 :

Apa-apa yang khusus bagi orang-orang kafir terkadang memiliki arti yang tidak diketahui dengan jelas dari luarnya berupa suatu yang khusus bagi mereka. Mengagungkan suatu perkara yang kejadiannya memiliki bentuk yang berbeda-beda dan tidak terbatas. Demikian pula, pengkhususan hari-hari tertentu dengan berbagai perbuatan tertentu pula yang dalam pelaksanaannya dalam bentuk yang bervariasi.

Hukumnya haram bertasyabbuh kepada orang kafir dengan perbuatan yang dijelaskan diatas walaupun bervariasi bentuk pelaksanaannya.

Kaidah 5 :

Tidak ada tasyabbuh pada perkara-perkara yang menjadi kesepakatan antara agama-agama.

Sesungguhnya tasyabbuh yang dilarang itu tidak akan terjadi pada apa yang dibawa Islam. Juga ternyata ada pada agama Nasrani dan Yahudi. Hal ini sebagai ajaran tauhid, pokok-pokok kaidah yang disepakati, serta akhlak mulia yang dikokohkan Islam : dermawan, sabar, malu, mau berusaha dan sebagainya.

Kaidah 6 :

Sesuatu yang dilarang karena mengarah pada keburukan, dan dilakukan demi kemashlahatan yang kuat.

Contoh :

1. Prinsip pengunaan stempel dalam surat. Yang demikian itu adalah bagian dari tradisi Persia yang diperbolehkan karena di dalamnya nyata-nyata terdapat kemaslahatan yang sangat riil.

2. Pemakaian senjata ampuh buatan orang-orang kafir adalah diperbolehkan demi suatu kemaslahatan lebih besar dalam hal itu.

Kaidah 7 :

Setiap perbuatan yang dilakukan oleh Muslim dengan tujuan tasyabbuh dengan orang-orang kafir, atau perbuatan yang berpotensi tasyabbuh dengan mereka, maka tidak perlu ditolong.

Haram memberi bantuan kepada Muslim demi perbuatan yang tasyabbuh pada orang-orang kafir. Karena bertasyabbuh kepada orang-orang kafir adalah bagian dari sesuatu yang haram. Pertolongan itu menunjukkan keridhaan dan orang yang ridha sama dengan orang yang melakukannya.

Allah berfirman :

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran" QS 5:2

Sedangkan tasyabbuh bukanlah dari jenis kebaikan dan takwa.

Demikian pula, semua yang diketahui berupa keharaman segala yang menjurus kepada hal-hal yang diharamkan. Dalam kata lain membantu hal-hal itu terjadi. Contoh : pencatat dalam akad riba, keharaman memera, mengangkut khamar menuju para peminumnya, dan lain sebagainya.

Ancaman Bagi pelaku :

1. Tasyabbuh menjadi sebab kekafiran muslim

Jika seseorang menyerupai orang-orang kafir dalam hal perbuatan-perbuatan ritual khusus bagi mereka dengan sengaja dan didorong rasa suka kepada hal itu. Seperti hari raya keagamaan mereka, perbuatan itu yang demikian itu adalah kekafiran karena ketepatan teks-teks dalil tentang hal tersebut secara mutlak.

sebagaimana yang telah diketahui, Rasullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari mereka.'" (HR Ibnu Majah)

Karena perbuatan sedemikian dan dengan sengaja tiada lain karena akifah kafir dan menganggap baik dan mneyukai agama mereka yang bathil. Sikap demikiatn itu adalah bagian dari hal-hal pembatal keislaman.

Dan telah diketahui hukumnya bahwa orang yang menyerupai mereka dengan cara seperti itu telah merusakkan salah satu dari dua sendi keimanan, yakni mahabbah 'rasa cinta'. Karena rasa cinta hanyalah untuk Allah dan agama-Nya. Mahabbah adalah dasar segala amal perbuatan syar'i berkonsekuensi harus membenci segala sesuatu selain Islam, berupa kekafiran dan segala amal perbuatan yang berkaitan dengannya. Maka, merusaknya dengan mencintai perbuatan orang kafir adalah sesuatu yang sudah sangat jelas.

2. Tasyabbuh menjadi haram

jika mengandung arti memberikan kesepakatan kepada orang-orang kafir dalam perbuatan-perbuatan keagamaan dan keduniaan mereka, sekalipun tanpa maksud yang demikian itu. Pengharaman tasyabbuh yang demikian adalah karena diyakini akan mejadi suatu kejahatan yang menggirin orang kepada kekafiran. Maka, tindakan sedemikian itu dilarang sebagai tindakan preventif dari adanya suatu kejahatan.

dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Abdullah bin Amr Radhiyallahu 'anhu ketika beliau menyaksikan dua potong pakaian celupan, 'Sesungguhnya ini adalah pakaian orang-orang kafir, maka jangan engkau memakainya.' (HR Muslim)

3. Tasyabbuh menjadi makruh

jika dalam perbuatan yang telah baku dasarnya dalam agama kita sebagaimana telah baku pula dalam agama orang-orang kafir, seperti puasa di hari Asyuara yang juga disyariatkan untuk orang Yahudi dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga mensyariatkan untuk umatnya.

Namun, beliau mensyariatkan untuk membedakannya dengan kaum Yahudi, sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Abbas, ia berkata, "Rasullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Berpuasalah kalian semua pada hari Asyuara dan bersikaplah berbeda dengan orang-orang Yahudi. Berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." (HR Ahmad)

Para ahlli fikih sepakat bahwa makruh hukumnya mengkhususkan hari Asyuara dengan puasa bagi orang orang yang mampu menggabungkan dengan hari lainnya, karena tasyabbuh kepada orang-orang Yahudi. Tidaklah haram berpuasa hanya pada hari itu, karena hari itu adalah bagian dari hari-hari yang utama. Akan tetap mendapatkan pahala -insya Allah- atas apa yang dilakukan sebagaimana ditegaskan oleh nash.

dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Ketika Rasullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa pada hari Asyuara dan memerintahkan kepada semua orang untuk berpuasa pada hari itu, mereka berkata, 'Wahai Rasullah, itu adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani'. Maka Rasullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,'Kalau tahun depan, insya Allah, kita berpuasa pada hari kesembilan'. Ia berkata, 'Belum tiba tahun berikutnya namun Rasullah shallallahu 'alaihi wasallam telah wafat." (HR Muslim)

Pustaka :

1. Al-Quran

2. 'Tasyabbuh yang Dilarang dalam Fikih Islam' - Jamil bin Habib Al-Luwaihiq

Judul Asli :' At-Tasyabbuh Al-Manhy Anhu fii Al-Fiqhi Al-Islami' , Jeddah, 1419 H



___________________________________________________________________________________________________________
Berdasarkan Al-Quran dan Sunnah. Jika ada di tulisan ini yang tidak sesuai keduanya, maka tinggalkanlah. Segera ikuti Al-Quran dan Sunnah

0 komentar:

Post a Comment

Followers